Awali 2020, Banyuwangi Ekspor Unagi ke Jepang  

oleh -1417 Dilihat
Ekspor unagi diberangkatkan Dirjen Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, dan Bupati Banyuwangi dari pabrik PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk, Banyuwangi, Senin (13/01/2019).

KILASJATIM.COM, Banyuwangi – Produk olahan ikan sidat (Anguiliformes) Banyuwangi kembali diekspor ke berbagai negara, salah satunya Jepang. Banyuwangi selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil ikan sidat terbaik di Indonesia. Di Jepang, sidat lebih banyak dikenal dengan sebutan unagi.

Ekspor tersebut diberangkatkan Dirjen Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Agus Suherman, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Perdana, dan Bupati, Abdullah Azwar Anas dari pabrik PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk, Banyuwangi, Senin (13/01/2019).  Dengan sejumlah produk olahan ikan lainnya, total nilai produk yang diekspor hari ini Rp 13 miliar.

”Selamat atas ekspor perdana 2020. Banyuwangi adalah daerah pembudidaya sidat terbesar di Indonesia. Semoga ke depan bisa terus tumbuh semakin besar,” kata Agus Suherman.

Agus mengatakan, sidat merupakan jenis ikan yang istimewa, karena tidak bisa hidup di sembarang tempat. Tapi di Banyuwangi justru berkembang dengan baik, dan bahkan menjadi komoditas ekspor.

BACA JUGA: Diundang Kemenlu, Anas Promosikan Banyuwangi ke Ratusan Perwakilan RI Seluruh Dunia  

“JAPFA sudah rutin mengekspor sidat ke Jepang dan berbagai negara lainnya. Ini berarti perairan di Banyuwangi memang menjadi ekosistem yang baik untuk perkembangan sidat,” ujar Agus.

Banyuwangi dikenal sebagai daerah penghasil sidat kualitas terbaik di Indonesia. Bahkan Banyuwangi dijadikan pilot project taman tecnologi (technopark) pelatihan budidaya sidat dan sebagai inkubator sidat pertama di Indonesia oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2014.

Banyuwangi dijadikan pusat pengembangan sidat karena air bakunya berkualitas. Kementerian pernah mengadakan riset, bahwa per 25 miligram sampel air di Banyuwangi hanya mengandung 10 ribu koloni bakteri. Angka itu jauh lebih kecil dibanding daerah lainnya yang bisa mencapai ratusan ribu koloni bakteri.

Baca Juga :  Weekend di Banyuwangi, Kapolri: Sangat Indah, Cocok untuk Olahraga Sepeda

Agus mengatakan, sidat menjadi primadona di sejumlah negara karena kandungan protein dan gizinya yang tinggi yang tidak dimiliki jenis ikan yang lain.

BACA JUGA: Menpar Wishnutama Luncurkan 123 Atraksi Banyuwangi Festival 2020  

Bupati, Azwar Anas menyampaikan kegembiraannya bahwa di tengah ancaman perlambatan ekspor, Banyuwangi masih getol mengekspor sejumlah komoditas, mulai kopi, cokelat, beras organik, hingga olahan ikan termasuk sidat. “Ini membuktikan produk Banyuwangi berkualitas ekspor,” kata Anas.

Anas juga bersyukur karena sidat kini dikembangkan banyak pembudidaya rakyat, tidak hanya digarap oleh korporasi. Beberapa tahun lalu, hanya korporasi yang mengembangkan sidat di Banyuwangi. Namun, melihat potensinya, kini kelompok pembudidaya ikan rakyat mulai tertarik mengembangkannya.

”Semoga bisa terus berkembang, menjadi instrument untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Anas.

Head of Aquaculture Division JAPFA, Ardi Budiono, mengatakan, berbagai produk olahan perikanan JAPFA Banyuwangi telah dipasarkan ke berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia. Khusus untuk sidat, Banyuwangi dipilih menjadi basis pengembangan karena ekosistem perairannya yang sangat mendukung.

BACA JUGA: Di Banyuwangi, Pasar Tradisional Dilengkapi Ruang Kreatif buat Milenial

“Pengembangan sidat sangat tergantung pada kualitas lingkungan, mengingat benihnya hanya bisa dikembangkan secara alami, termasuk proses restocking-nya. Jadi kalau sidat Banyuwangi yang terbesar, ini menunjukkan kualitas air sekitarnya terjaga,” ujar Ardi. (hms/kj17)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.