Foto: Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, H. M. Dhamroni Chudlori, M.Si
KILASJATIM.COM, Sidoarjo – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di dunia pendidikan kembali mencuat setelah wali murid dari dua sekolah di Kecamatan Kota Sidoarjo melaporkan hal tersebut ke Komisi D DPRD Sidoarjo. Kasus ini menyeret nama SDN Sumput dan SMPN 2 Sidoarjo, yang diduga melakukan pungutan dengan nominal yang dianggap memberatkan.
Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, H. Usman, membeberkan adanya dugaan pungli tersebut dalam rapat dengar pendapat (hearing) bersama para kepala sekolah SMP se-Sidoarjo pada Senin (30/12).
“Itu ada pungutan beberapa bulan yang lalu di SDN Sumput dan SMPN 2 Sidoarjo. Saya memiliki bukti transfernya. Untuk SMPN 2 Sidoarjo sebesar Rp 1,5 juta dan SDN Sumput Rp 725 ribu, tidak sampai Rp 1 juta,” ujarnya.
Usman menambahkan, pungli tersebut dikemas dalam bentuk pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS) dan program Out Door Learning (ODL). Menurutnya, praktik ini menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Sidoarjo.
“Anak putus sekolah atau Anak Tidak Sekolah ini banyak terjadi akibat beban berat yang harus dipikul. Banyak kejadian anak yang tidak bisa bayar LKS atau tidak ikut ODL malah dikucilkan atau disebutkan dalam grup WhatsApp,” tambahnya.
Komisi D Akan Panggil Pihak Terkait
Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, H. M. Dhamroni Chudlori, M.Si, menegaskan pihaknya akan segera memanggil pihak-pihak terkait untuk meminta klarifikasi.
“Masih dugaan dan belum tentu itu pungli atau pengumpulan dana yang berkaitan dengan kegiatan sekolah. Dalam waktu dekat kami akan panggil dan mintai keterangan semua pihak termasuk kepala SDN Sumput,” ujarnya di ruang kerjanya, Jumat (3/1).
Kepala SMPN 2 Sidoarjo, Drs. Qodim, M.Si, membantah tudingan pungli di sekolah yang dipimpinnya. Ia menjelaskan bahwa dana sebesar Rp 1,5 juta yang disebutkan oleh Usman tidak benar.
“Tidak benar itu, saya pastikan tidak ada pungutan satu juta lima ratus ribu rupiah di SMPN 2 Sidoarjo. Kalau dana ODL mungkin, tapi sifatnya tidak wajib bagi siswa. Malah banyak yang subsidi silang, siswa yang mampu membantu siswa yang kurang mampu,” terangnya.
Sementara itu, Kepala SDN Sumput, Sri Rahayu Wilujeng, melalui Humas komite sekolah sekaligus konsultan hukum, Hadi Halim, juga membantah tudingan tersebut.
“Tidak benar tudingan yang disampaikan anggota dewan itu. Saya selaku komite sekolah dengan tegas menyatakan itu fitnah dan itu hoaks. Saya akan melaporkannya ke MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan),” tegasnya.
Hadi menambahkan bahwa paguyuban besar di SDN Sumput telah lama dibubarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo karena dianggap bertindak di luar jalur. Ia menekankan bahwa jika ada pungutan yang dilakukan, itu bukan bagian dari kewenangan sekolah.
“Jadi jika ada pungutan yang dilakukan paguyuban besar itu sudah di luar kewenangan kami,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hadi menyayangkan pernyataan yang dilontarkan oleh anggota dewan dalam rapat hearing tanpa terlebih dahulu melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah. Ia menilai hal ini mencemarkan nama baik sekolah.
“Terkait pernyataan yang dilontarkan wakil rakyat dalam acara hearing di ruang paripurna DPRD Sidoarjo tanpa konfirmasi ke SDN Sumput, sudah jelas itu merugikan karena pencemaran nama baik dan merupakan perbuatan tidak menyenangkan. Akan kami laporkan ke MKD,” tandasnya. (tam)