Pandemi Covid -19 dan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berimbas Bertambahnya Jumlah  Pengajuan Penurunan Kelas

oleh -873 Dilihat

Herman Dinata Mihardja,
Kepala BPJS Kesehatan Surabaya memprediksi saat pandemi Covid 19 peserta yang mengajukan penurunan tarif mengalami kenaikan. (kilasjatim.com/Nova)

KILASJATIM.COM, Surabaya – Pandemi Covid 19 yang menghantam banyak sektor tak terkecuali perekonomian dengan anjloknya pendapatan, banyak perusahaan mengurangi jumlah karyawan dan pemotongan gaji, berimbas pada banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang mengajukan penurunan Iuran layanan.

Hal ini dilakukan seiring dengan kebijakan Presiden RI Joko Widodo dengan menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan mulai Juli 2020 diberlakukan khususnya untuk peserta mandiri kelas I dan kelas II.

Kenaikan tersebut  tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Artinya, iuran peserta mandiri kelas I akan naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000. Sedangkan untuk peserta mandiri kelas II, tarif iuran akan meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.

Sementara untuk  iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah masih memberikan subsidi sebesar Rp 16.500, sehingga iuran yang dikenakan peserta tetap Rp 25.500.

Herman Dinata Mihardja,
Kepala BPJS Kesehatan Surabaya mengatakan, menjelang kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta mandiri di tengah pandemi COVID-19 per 1 Juli 2020, banyak peserta mengajukan penurunan kelas.

“Untuk wilayah kerja BPJS Kesehatan Surabaya, kami perkirakan akan terjadi permintaan  penurunan kelas  sekitar 1% dari total peserta aktif yang saat ini mencapai 2,5 juta atau sekitar 25.000 peserta, saat ini proses penurunan kelas  telah terjadi,’ kata Herman dalam acara Gathering dengan media yang dilakukan secara virtual Jumat (26/06/2020).

Baca Juga :  Bonus Poin untuk Member Baru JLC

Ditambahkan, pengajuan penurunan kelas terjadi mulai Januari dan angka tersebut mengalami kenaikan sejak pandemi COVID-19 merebak.  “Rata-rata yang mengajukan peserta individu kelas II, minta turun ke kelas III sedangkan peserta kelas I relatif aman,” imbuhnya.

Menurut Herman Dinata, iuran Rp 150 ribu per bulan untuk peserta kelas I per 1 Juli masih rasional mengingat pentingnya manfaat yang didapat.  Namun, pihaknya memahami pengajuan penurunan kelas di tengah pandemi COVID-19 banyak masyarakat yang terpuruk dari sisi pendapatan.

Sementara itu dengan situasi saat ini dimana Jawa Timur masih tertinggi dalam angka pasien yang positif Corona BPJS Kesehatan tetap berupaya memberikan  pelayan  yang terbaik kepada masyarakat.

Arief Supriyono dari BPJS Watch Jatim (kilasjatim.com/Nova)

Selama penanganan pandemi Covid-19, BPJS Kesehatan Surabaya mengklaim sudah mengeluarkan anggaran hingga Rp 58 miliar untuk sejumlah rumah sakit di Kota Surabaya.

“Selama pandemi hingga saat ini ada sekitar 27 rumah sakit di Kota Surabaya yang mengajukan ke BPJS,  27 rumah sakit tersebut baru disetujui sekitar Rp 58 miliar. Klaim itu diajukan mulai ini tanggal 28 Pebruari 2020. Klaim yang masuk paling banyak mulai April hingga Mei 2020. Sementara pembiayaan paling murah di rumah sakit antara Rp 7,5 juta perhari, dan paling mahal Rp 9,5 juta perhari,” jelasnya.

Diskusi menjadi kian menarik dengan apa yang disampaikan
Arief Supriyono dari BPJS Watch Jatim yang masih banyak menemukan dan menerima laporan buruknya pelayanan terhadap pasien peserta BPJS  Kesehatan. Koordinasi yang lemah dan masih amburadul antara   Kabupaten/kota dan provinsi.

Bahkan Arif sempat mengancam akan  melakukan aksi demo ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, karena tidak harmonisnya komunikasi antar instansi  tersebut.

Baca Juga :  Tahun 2018, Peserta BPJS di Jatim Mencapai 26,9 Juta Orang

“Dalam kondisi pandemi seperti ini,  daya beli masyarakat termasuk peserta mandiri yang didominasi pekerja informal sangat jatuh. Pekerja informal sulit bekerja seperti biasa karena Covid-19 ini. Tidak seharusnya masyarakat terbebani, dengan biaya untuk rappit test dan lain sebagainya yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan bukan dibebankan kepada warga,” tandas Arif. (kj2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.