Buruh Linting Rokok SKT di Jatim Tolak Kenaikan Cukai Rokok

oleh -458 Dilihat

Surabaya, kilasjatim.com : Kesal dengan pemerintah pusat yang berencana menaikkan cukai rokok, para buruh linting rokok sigaret kretek tangan (SKT) yang umumnya kaum perempuan di Jawa Timur melakukan aksi demo di kantor Gubernur di Jl. Pahlawan Surabaya, Kamis (1/11/2018).

Mereka yang mewakili 73 karyawan linting rokok SKT yang tersebar di berbagai daerah di Jatim seperti Lamongan, Bojonegoro, Sidoarjo, Madiun, Probolinggo dan Malang itu menolak keras rencana kenaikan cukai rokok yang akan diberlakukan pemerintah pada 2019 nanti.

“Kami minta Bapak Gubernur Jatim meneruskan aspirasi kami yang menolak rencana kenaikan cukai rokok tahun 2019 nanti kepada pemerintah pusat. Kenaikan cukai rokok akan berdampak pada pabrik kami bekerja dan selanjutnya dampaknya ke nasib kami yang terancam PHK,” kata Sulastri, salah seorang buruh SKT di salah satu satu Mitra Produksi Sigaret Tangan (MPS) di Lamongan.

Karena itu, ia berharap pemerintah pusat mau mendengar aspirasi para buruh SKT seperti dirinya yang keberatan dengan rencana kenaikan cukai rokok. Dengan mendengar aspirasi tersebut, pemerintah telah menunjukkan komitmennya yang selama ini digembar-gemborkan peduli dengan nasib orang kecil. “Tapi kami para buruh SKT disini masih yakin kalau pemerintah dibawah kepemimpinan Jokowi ini mau mendengar jeritan kami yang menolak kenaikan cukai rokok. Tolonglah Bapak Jokowo perhatikan nasib buruh rokok ini,” kata Suliastri.

Namu demikian, lanjut Sulastri, bila pemerintah mengabaikan aspirasi para buruh dan tetap bersikeras akan menaikan cukai rokok di tahun 2019 nanti, maka dirinya dan perwakilan buruh SKT yang berdemo mengangggap komitmen dan janji-janji memperjuangkan nasib orang kecil hanya omong kosong dan retorika politik belaka. “Kami bersama teman-teman disini terpaksa akan melanjutkan aksi demo ini ke Jakarta bila pemerintah pusat tidak merespon aspirasi kami ini,” imbuhnya.

Nurlaila, pekerja linting rokok SKT asal Madiun menyatakan kebijakan meningkatkan sumber pendapatan negara, salah satunya dengan menaikkan cukai rokok memang kewenangan pemerintah. Namun kewengan yang dilindungi oleh konstitusi itu tidak seharusnya dijalankan secara semena-mena dan mengabaikan dampak langsung yang dialami rakyat kecil akibat kebijakan itu.

Nasib buruh linting rokok akan terancam PHK bila cukai rokok tetap dinaikkan. Sebab kenaikan cukai rokok akan  berdampak pada kenaikan harga eceran rokok dan itu berpotensi melemahkan daya beli konsumen. “Ujung-ujungnya adalah produksi turun dan selanjutnya PHK menanti di depan mata kami. Apa kondisi itu yang diinginkan pemerintah,” katanya.

Baca Juga :  Presiden: Tahun Depan Penerima Bansos PKH Naik jadi 15 Juta KPM

Pemerintah pusat, lanjut dia, seharusnya mempertimbangkan banyak aspek terkait kebijakan menaikkan cukai rokok. Aspek itu diantaranya adalah kehidupan sosial para buruh SKT dan keluarganya. Aalagi, dengan jumlah karyawan SKT di Jatim yang saat ini mencapai 73 ribu orang, keberadaan mereka tentu secara tidak langsung ikut berkontribusi pada perekonomian di beberapa wilayah di Jatim. “Karena itu, saya minta pemerintah mempertimbangkan kenaikan cukai rokok. Sebab hal tersebut dapat berdampak bagi perusahaan rokok dan juga buruh di dalamnya,” katanya.

Sementara Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret (MPS) Kretek Tangan Indonesia, Joko Wahyudi mengatakan kenaikan cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir cukup berdampak pada menurunya kinerja produksi MPS. Misalnya, kenaikan cukai rokok pada 2017 lalu di kisaran 5-10 persen telah menyebabkan daya beli konsumen rokok menurun dan hal itu berimbas pada turunnya volume produksi MPS. “Volumen produksi setiap MPS rata-rata mengalami sekitar 35 persen akibat kenaikan cukai rokok,” katanya.

Joko menjelaskan saat ini produsen rokok yang bergabung di MPS di Jatim sebanyak 20 perusahaan dari total keseluruhan 35 MPS di Indonesia. Penurunan volume produksi sebesar 35 persen akibat kenaikan cukai rokok berbanding lurus dengan kenaikan jumlah PHK karyawan. Pada tahun 2015, jumlah karyawan setiap MPS rata-rata 2.000 orang, namun sering dengan kebijakan kenaikan cukai rokok, jumlah karyawan di setiap MPS rata-rata sekarang tinggal 135.000 karyawan.

“Kalau pemerintah tetap bersikeras menaikkan cukai rokok tahun 2019, bisa dipastikan jumlah karyawan yang terkena PHK akan bertambah. Ini yang juga semestinya harus dipikirkan oleh pemerintah pusat. Mereka mau dikemanakan?,” kata Joko.

Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah juga mempertimbangkan kondisi di lapangan terkait kebijakan rencana menaikkkan cukai rokok ini. Dia juga mengingatkan pemerintah bahwa dengan kenaikan cukai rokok 5-10 persen pada 2017 lalu kondisi MPS kini sudah ngos-ngosan karena telah menyebabkan daya beli konsumen menurun, apalagi dengan rencana kenaikan cukai berikutnya pada 2019.  “Agar tidak terjadi PHK massal dan kebutuhan pemerintah meningkatkan pendapatan tercapai, harusnya cukuai rokok tidak dinaikkan. Karena pasti akan ada kenaikan tiap tahunnya sesuai dengan kenaikan produksi,” terang Joko.

Baca Juga :  133 Fintech, 22 Gadai Swasta dan 27 Entitas Tak Berijin Dilibas Satgas Waspada OJK

Dia menambahkan kontribusi rokok pada pendapatan pemerintah sebenarnya cukup besar. Total pendapatan pemerintah dari pita cukai rokok pada tahun 2017 lalu mencapai sekitar Rp 200 triliun. Dia memastikan pendapatan itu akan bertambah pada 2018 ini dengan kenaikan produksi rokok nasional. Sebaliknya, justri dengan menaikkan cukai rokok sesuai kebutuhan anggaran pemerintah, bisa jadi target penambahan pendapatan itu tidak akan tercapai. “Justru target penambahan pendapatan tidak akan tercapai karena produksi anjlok,” imbuhnya.

Ketua Pengurus Daerah Jawa Timur Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI),  Purnomo mengingatkan pemerintah pusat bila kenaikan tarif cukai yang selalu diikuti pula kenaikan harga jual eceran rokok akan berdampak meningkatnya peredaran rokok ilegal dan menyebabkan menjamurnya rokok-rokok murah ilegal. “Akibatnya, negara sendiri akan kehilangan penerimaan dari sektor cukai,” katanya, sembari mengutip hasil studi Universitas Gadjah Mada, potensi penerimaan negara yang hilang akibat rokok ilegal dapat mencapai Rp 1 triliun.

Lebih lanjut Purnomo mengungkapkan, industri hasil tembakau sudah terbebani oleh kenaikan tarif cukai rokok diatas inflasi sehingga mengalami stagnansi sejak 2014. Bahkan, sejak tahun 2016, industri yang menjadi tumpuan enam juta orang ini telah mengalami penurunan sebesar 1 persen hingga 2 persen. Secara nasional, akibat kenaikan tarif cukai yang cukup tinggi di atas inflasi, maka dalam 8 tahun terakhir, banyak pekerja rokok yang terpaksa dirumahkan alias di-PHK.

Catatan RTMM menunjukkan, pada 2010 lalu jumlah pekerja yang tergabung dalam organisasinya sebanyak 235.240. Lima tahun kemudian atau pada 2015, jumlah anggotanya turun menjadi 209.320 orang. Penurunan terus terjadi pada 2017 lalu, yakni menjadi 178.624 orang. “Itu artinya, selama 8 tahun terakhir, pekerja rokok yang kehilangan pekerjaan sebanyak 56.616 orang,” terang Purnomo.

“Oleh sebab itu, kami berharap Pemprov Jatim melalui Gubernur Jatim, Soekarwo, ikut membantu menyuarakan aspirasi ini ke pemerintah pusat,” kata Purnomo.

Sementara, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Heru Tjahjono, menyatakan pihaknya menampung aspirasi perwakilan buruh SKT. Mereka menolak kebijakan kenaikan harga cukai rokok yang dikemukakan pemerintah pusat. “Kami akan segera menyusun rekomendasi untuk dilaporkan kepada Gubernur Jatim Pakde Karwo yang ditujukan kepada pemerintah pusat,” katanya. Kj1

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.