Belajar Toleransi Dari Suku Tengger

oleh -1174 Dilihat

 

Malang Kilasjatim.com: Waktu pemilihan presiden makin dekat, riuhnya bukan hanya di televisi, debat antar partai dan caleg. Juga masyarakat sekitar.Seperti yang terjadi siang tadi di Pasar Tawangmanggu, Malang, Jumat (15/2).

Keramaian pasar menjelang betakhir, satu dua pengunjung melintas, sejumlah pedagang menata dagangan. Buari, penjual sayur menyampaikan jika pilpres kali ini ia akan memilih nomor urut dua. Dengan alasan lebih islami dan anti komunis.

“Prabowo orang baik, dia membela Habib Rizieq. Kalau bukan orang islam sendiri siapa yang akan membela dia,” katanya sambil membersihkan kubis yang kotor.

Mendengar itu, Hariati pedagang berambang langsung tancap gas. Menurutnya Prabowo itu dalang penculikan mahasiswa. Ia tidak aka memilih penculik. Selain itu Indonesia bukan milik orang islam saja.

“Jangan sampai pilih Prabowo, bisa-bisa anakku diculik kalau kuliah nanti. Habib itu mau di penjara, mau diarab yo wes ben. Ga usah balik sekalian, tidak bikin rusuh. Ini bukan negara islam,” kata mantan TKW Malaysia ini.

Perdebatan kian seru, sebab Buari bersih keras membela pilihannya. Sedang pedagang lain mulai berdatangan, sebab tidak ada pembeli yang dilayani. Haji Shole penjual daging yang biasa di sapa Kaji Daging pun turut andil. Begitu pula Mariyati pedagang jepit dan pedagang lain.

Silat lidah, saling mengunggulkan calon tidak bisa dihindari. Buari semakin tersudut, nampaknya pendukung Hariati lebih banyak. Dasar pertimbangan Hariati yang pendukung capres 01, tidak lain program kerja Jokowi yang dinilai sukses. Mulai program KIS (Kartu Indonesia Sehat), KIP (Kartu Indonesia Pintar) dan PKH (Program Keluarga Harapan). Terpenting akses pembangunan jalan desa dan sarana lain.

Dari program pembangunan desa, bukan hanya pembangunan infrastruktur juga membangun kesadaran berbudaya, memelihara kearifan budaya lokal. Seperti yang terjadi di daerah Tengger, Gunung Bromo, Probolinggo, Jatim.
Warga Tengger yang mayoritas beragama Hindu dan dikenal dengan upacara Yadya Kasada, berhasil menunjukkan cara beragama yang toleran. Dimana warga non Hindu turut membantu proses pelaksanaan Kasada. Bahkan dalam hari-hari tertentu mereka mengadakan kerja bakti membersihkan masjid, gereja dan pura.

Baca Juga :  Bulan Suci Ramadhan, Kapolrestabes Surabaya Berikan Tali Asih kepada Anak Yatim di Polsek Dukuh Pakis

Islam dan nasrani yang minoritas tidak disisihkan, mereka keladang bersama. Antara anak dan orang tua, kakak-beradik beda agama hal biasa. Haruskah ke Indonesiaan ini dicederai oleh paham NKRI bersyariah yang diusung Habib Rizieq.

Seperti dalam tulisan NKRI Bersyariah atau ruang publik yang manusiawi karya Denny JA, Ph.D mengenai perjuangan Habib Rizieq yang juga pendukung capres 02, Prabowo-Sandiaga Uno agar negeri ini diatur berdasarkan syariah islam.

Dalam catatan yang dibuat Denny, sebuah lembaga riset Yayasan Islamicity Index. Ia dipimpin oleh kalangan sarjana tingkat Ph.D bidang ekonomi, keuangan dan ahli Al Quran. Dalam web resmi lembaga ini, mereka melakukan penelitian pada sejumlah negara non muslim. Untuk mengukur aneka nilai kehidupan yang direkomendasikan Al Quran dalam sebuah indeks seperti keadilan, kemakmuran, pemerintahan yang bersih, penghormatan pada manusia.

Pada tahun 2017, setelah indeks Islamicity resmi dibuat, mereka pun mengumpulkan data dari seluruh dunia. Negara manakah yang paling tinggi skor index Islammicitynya, penilaian itu dilihat dari pemerintahan yang bersih, ekonomi dan pelaksanaan nilai hak asasi manusia. Dari sepuluh negara yang paling tinggi skor Islamicitynya adalah negara barat seperti, Selandia Baru, Netherland, Swedia, Irlandia, Switzerland, Denmark, Kanada dan Australia.

Sedangkan negara mayoritas muslim justru skor Islamicitynya rendah. Seperti Malaysia (rangking 43), United Arab Emirat (rangking 47), Indonesia (rangking 74), dan Saudi Arabia (rangking 88). Kesimpulan hasil riset ini cukup mencengangkan. Negara barat lebih mempraktekkan nilai-nilai sosial keislaman yang dianjurkan Al Quran dibanding negara mayoritas muslim. Untuk meyakinkan PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) lembaga negara dunia turut menguji kemajuan sebuah bangsa. Dengan membentuk lembaga bernama UN Sustainable Development Solution Network (SDSN). PBB beranggapan kemajuan sebuah negara tak bisa diukur dari kemajuan ekonomi saja. Negara juga bisa membuat warganya bahagia. Negara yang bahagia tidak hanya dinilai dari pertumbuhan ekonomi dan pendidikan. Tetapi terciptanya ruang sosial nyaman, gotong royong dan perintahan terpercaya.

Baca Juga :  Gus Ipul: Jatim Masih Butuh Investor Asing

Adapun hasil penelitian tersebut diketahui sepuluh negara yang tingkat kebahagiaan warganya paling tinggi bukanlah negara muslim. Seperti Finlandia, Norwegia, Denmark, Iceland, Switzerlands, Netherland, Canada, Selandia Baru, Australia. Negara yang mayoritasnya penduduknya muslim berada di level tengah, United Arab Emirat (peringkat 20), Malaysia (peringkat 35), Indonesia berada di bawah peringkat 50.

Dari dua penelitian tersebut dapat disimpulkan hasinya tidak jauh berbeda, bahwa negara yang berbahagia dan negara yang menjalankan nilai keislaman, adalah negara barat, non muslim. Sebab itu, jika nilai-nilai islam dijalan dengan benar, dipastikan melahirkan negara yang sehat dan penduduknya berbahagia. Untuk menjalankan nilai ke islaman tidak harus beragama islam. Masih menurut pandangan Denny, negara tak boleh mengintervensi dan menghalangi pelaksaan akidah warga negara. Yang dilarang adalah upaya pemaksaan kehendak dan penyeragaman tafsir dengan kekerasan. Ia menilai para pendiri bangsa, the founding fathers, sudah benar dalam merumuskan fondasi bangsa.

Adapun tokoh muslim yang terlibat Wahid Hasyim, putra dari pendiri NU dan Mohammad Hatta. Pancasila yang manusiawi dan berkeadilan sosial, itulah dasar negara yang dirumuskan dan ditetapkan hingga kini. Bukan NKRI bersyariah.

Sebab itu, ketika NKRI bersyariah diusung tak sedikit yang menolak. Untuk menciptakan negara sehat, bersih dan penduduknya bahagia tanpa harus menyeragamkan keyakinan, negeri ini kembali belajar pada budaya kearifan lokal. Seperti yang dilakukan suku Tengger dan suku-suku lain di nusantara.

Nampaknya paslon presiden nomor urut 01, Jokowi-Makruf Amin sudah melangkah ke sana. Didahului dengan program membangun desa dan pemberian anggaran desa sejak awal menjabat periode pertama 2014. (Titik Qomariyah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.